PHT pada Tanaman Teh

Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Teh 
(Camellia sinensis L)



Indonesia telah lama kenal sebagai negara penghasil. Pertanaman teh selain diusahakan oleh perusahaan perkebunan negara, banya pula diusahakan pihak swasta dan individu pada lahan-lahan pertanaman yang dimilikinnya. Perkebunan teh banyak kita dapatkan di jawa barat, jawa tengan sumatera dan beberapa daerah dataran tinggi lainnya yang diusahakan penduduk secara kecil-kecilan.Budidaya tanaman teh tidak terlepas darigangguan dan pengrusakan tanaman itu oleh bebagai macam hama, selain merusak pucuk dan daun-daun muda, tak sedikit pula yang merusak dibagian bawah (terhadap akar-akar tanaman) selain menurunkan produksi, ada pula yang mematikan tanamannya. Karena itu perhatian terhadap hama-hama tersebut harus tetap diutamakan. Teh diperoleh dari pengolahan daun tanaman teh (Camellia sinensis L) dari familia Theaceae. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah pegunungan Himalaya dan daerah-daerah pegunungan yang berbatasan dengan Republik Rakyat Cina, India, dan Burma. Tanaman ini dapat tumbuh subur di daerah tropik dan subtropik dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang tahun. Tanaman teh dapat tumbuh sampai sekitar 6-9 m tinggi.Di perkebunan-perkebunan tanaman teh dipertahankan hanya sampai sekitar 1 m tinggi dengan pemengkaan secara berkala. Ini dilakukan untuk memudahkan pemetikan daun dan agar diperoleh tunas-tunas dau teh yang cukup banyak. Tanaman teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara menerus setelah umur 5 tahun. Dengan pemeliharaan yang baik tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selama 40 tahun. Kebun-kebun teh karenanya perlu senantiasa memperoleh pemupukan secara teratur, bebas serangan hama penyakit tanaman, memperoleh pemangkasan secara baik, memperoleh curah hujan yang cukup. Kebun-kebun teh perlu diremajakan setelah tanaman tehnya berumur 40 tahun ke atas. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah dengan ketinggian 200-2.000 m di atas permukaan laut. Di daerah-daerah yang rendah umumnya tanaman teh kurang dapat memberi hasil yang cukup tinggi. Tanaman teh menghendaki tanah yang dalam dan mudah menyerap air. Tanaman tidak tahan terhadap kekeringan serta menuntut curah hujan minimum 1.200 mm yang merata sepanjang tahun. Hasil teh diperoleh dari daun-daun pucuk tanaman teh yang dipetik sekali dengan selang 7 sampai 14 hari, tergantung dari keadaan tanaman di masing-masing daerah. Cara pemetikan daun selain mempengaruhi jumlah hasil teh, juga sangat menentukan mutu teh yang dihasilkannya. Dibedakan cara pemetikan halus (fine plucking) dan cara pewmetikan kasar (coarse plucking). Pemetikan daun hingga kini masih dilakukan oleh tenaga manusia, bahkan sebagian besar oleh tenaga-tenaga wanita. Untuk menghasilkan teh mutu baik perlu dilakukan pemetikan halus, yaitu: hanya memetik daun pucuk dan dua daun di bawahnya. Ada pula yang melakukan pemetikan medium, dengan juga memetik bagian halus dari daun ketiga di bawah daun pucuk. Pemetikan kasar sering pula dilakukan bebewrapa perkebunan (rakyat), yaitu: pemetikan daun pucuk dengan tiga atau lebih banyak daun di bawahnya, termasuk batangnya. Perkebunan teh terpusat di dataran menengah dan tinggi di Pulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan. Pada tahun 1990 luas perkebunan teh di Indonesia 129.500 ha. Produksi teh pada tahun 1998 mencapai 136.109 ton. Klasifikasi botani tanaman teh adalah sebagai berikut:
Kingdom         :    Plantae
Divisi               :    Spermatophyta
Sub divisi        :    Angiospermae
Kelas               :    Dicotiledonae
Ordo                :    Parietales
Family             :    Theaceae
Genus              :    Camellia
Spesies            :    Camellia sinensis
Varietas utama adalah varietas China, Asam dan Cambodia. Klon anjuran Balai Penelitian Perkebunan Gambung tahun 1878-1988 adalah Seri Gambung. Varitas lain berasal dari Jepang yang ditanam di perkebunan rakyat seperti di Kebun Teh hijau Jepang di Garut.

  • Manfaat Tanaman Teh
Daun teh adalah bahan pembuat minuman teh yang populer di seluruh penjuru dunia. Air teh yang kita minum mengandung kafein, teofilin, vitamin A, B, C, zat yang tidak larut dalam air seperti serat, protein dan pati serta zat yang larut di dalam air seperti gula, asam amino dan mineral. Jadi selain sebagai minuman, teh juga mempunyai nilai gizi. Disamping itu teh juga bisa dijadikan obat yaitu sebagai antidotum pada keracunan oleh logam-logam berat dan alkaloida.
Daun teh barbau khan aromatik , rasanya agak sepet . Mengenai uraian makroskopiknya yaitu sebagai berikut:
  1. Helai daun dapat dikatakan cukup tebal, kaku berbentuk sudip melebar sampai sudip memanjang, panjangnya tidak lebih dari 5 cm, bertangkai panjang.
  2. Permukaan daun bagian atas mengkilat, pada daun muda permukaan bawahnya berambut sedang telah tua menjadi licin.
  3. Tepi daun bergerigi, agak tergulung ke bawah, berkelenjar yang khas dan terbenam.

Kandungan zat pada daunnya 1%-4% kofeine, 7%-15% tanin dan sedikit minyak atsiri. Dalam penggunaan sebagai obat antidotum pada keracunan oleh logam-logam berat dan alkaloida, petiklah kuncup daun berikut 2-3 helai dau dibawahnya, digulung dan difermentasikan untuk kemudian diberikan pada penderita.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Banyak ahli memberikan batasan tentang PHT secara beragam, tetapi pada dasarnya mengandung prinsip yang sama.   Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan. Bottrell (1979) menekankan bahwa PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamin hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi. Sedangkan Kenmore (1989) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan berbagai metode pengendalian hama secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman dan lingkungan. Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah aras kerusakan.
Langkah-langkah pengembangan PHT :
  1. Mengenal status hama yang dikelola
  2. Mempelajari komponen saling tindak dalam ekosistem
  3. Penetapan dan pengembangan ambang ekonomi
  4. Pengembangan sistem pengamatan dan monitoring hama
  5. Pengembangan model deskriptif dan peramalan Hama
  6. Pengembangan strategi pengelolaan hama
  7. Penyuluhan pada petani agar menerima dan menerapkan PHT
  8. Pengembangan organisasi PHT
Hama pada Tanaman TEH 
(Camellia sinensis L) dan Pengendalian dengan Konsep PHT

  • Tungau Jingga (Tenuispelpus obovatus)

Mengenai Tungau Jingga kesukaannya menyerang dan merusak pucuk-pucuk tanaman teh terutama pada musim kemarau dimana serangannya begitu meningkat (eksplosif), kadang-kadang pertanaman teh tampak kemerahan karena kerusakan serang begitu serius selanjutnya tanaman tidak menghasilkan pucuk sama sekali. Keadaan seperti ini sering terlihat pada lahan lahan pertanaman teh dibeberapa tempat di Jawa
Gejala-gejala serangan:
Daun-daun muda yang tersisa mudah sekali berguguran, sedangkan daun-daun tua berubah warna menjadi merah, oleh karena itu pada serangan yang serius tanaman- tanaman teh tampak seakan-akan kemerah-merahan.
Cara hidup:
Telur berbentuk lonjong, kecil-kecil berwarna merah. Larva hidup berkelompok, setelah 14 hari larva berubah menjadi dewasa memiliki warn yang khas, yaitu jingga. Tungau bersifat polifag.
Cara pengendalian:
     1. Kultur teknis.
Yaitu apabila pada perkebunan teh yang tidak terserang helopeltis atau cacar teh, lakukan pemanfaatan tanaman pelindung sehingga dapat mengurangi perkembangbiakan tungau-tungau tersebut.
    2. Secara chemis.
Yang umum dilakukan blowing dengan mengguankan serbuk belerang sebanyak 5-10kg/ha, selain itu dapat dilaukan pula spraying dengan menggunkan Medol 2% dengan emulsi sebanyak 400-600 liter untuk satu hektar.
  • Ulat penggulung daun teh (Cydia leucostoma)

selain mengakibatkan pucuk-pucuk daun tanaman teh bergulung, ternyata beberapa daun berikutnya tidak bisa tumbuh wajar karena terikat oleh daun pemula yang digulungnya dan digerek dari bagian dalam.
Cara hidup:
Telur diletakkan pada pucuk daun teh, telur yang menetas menjadi larva dengan keistimewaaan mempunyai daya lekat yang berasal dari benang liur pada pucuk yang ditempatinya. Karena benang liur ditempatkan secara melintang, pucuk daun tersebut seakan-akan terikat, sehingga sulit sekali membuka, larva berada dlam pucuk tanaman teh.
Penggerekan pada daun muda dilakukan dari bagian dalam terkadnag lebih dri satu daun muda yang digerek. Setelah melakukan penggulungan dan penggerekan pada daun muda, larva keluar dari gulungan daun muda tersebut berpindah kedaun tua. Pada daun tua juga melakukan gulungan seerti pada daun muda, hanya pada daun tua setelah berhasil digulung bagian dalam dilapisi dengan benang air liurnya.
Pembentukan pupa berlangsung pada daun tua. Daur hidup 50-60 hari, panjang instar akhir mencapai 11 mm berwarna kehijauan. Kupu-kupu berukuran kecil, panjang tubuh 8-10 mm sayap depan berwarna kelabu agak kelam.
  • Pengendalian:
Untuk mengatasi dan memberatas hama hanya dilakukan secara mekanis mengingat penggunaan obat-obatan akan mempengaruhi mutu aroma dan kemungkinan akan menimbulkan gangguan kesehatan baggi para konsumen.
Untuk mengehamat biaya dan waktu, lakukan pemetikan pucuk dan daun-daun muda yang telah terserang bersamaan dengan dilakukannya pemetikan produksi, sortasi/pemisahan dilakukan secara langsung ketika pemetikan pada kantong-kantong plastik besar yang telah disediakan atau ditempat penimbangan antara pucuk/daun yang mulus dan pucuk yang talah terserang. Selanjutnya bagian yang terserang dikumpulkan dan dilakukan pembakaran hiingga musnah.
Kalau saja populasi semakin banyak menyerang tanaman, dapat dipertimbangakan untuk memberantas secara chemis maka gunakanlah obat-obatan yang residual efeknya rendah.
  • Ulat Srengenge (Setona nitens)

Serangan terjadi pada daun teh muda maupun daun teh tua sehingga tanaman teh tampak seperti gundul.
Cara hidup:
Telur diletakkan secara berkelompok dilindungi oleh laposan seperti lilin. Larva merupakan larva gatal, bervarna merah hijau atau hijau kekuning-kuningan, pada bagian dorsal terdapat garis berwarna biru dengan bercak-bercak coklat, panjang tubuh sekitar 35 mm stadiaum pupa 19-23 hari. Kupu-kupu berwarna coklat, pada sayap bagian depan terdapat gambar seperti palang berwarna coklat, sednag sayap bagian belakang berwarna agak pucat. Daur hidup sekitar 7-10 minggu, kadang-kadanag mencapai 14-15 minggu, bahkan didaerah dingin dapat mencapai 4-4,5 bulan. Dan masih banyak lagi ulat yang  menyerang tanaman teh seperti ulat jedug (Attacus atlas L), ualat hama penggulung (Caloptilis theivera WLS , Homona coffearia NIETIN dan Homonawetan DIAK) dan beberapa ulat lain yang keberadaannya tidak begitu menimbulkan kerugian pada tanaman teh.
Pengendalian:

  1. Pemanfaatan musuh alami. Parasitoid berupa lalat yang menyerang larva, seperti chaetexorista javana. Lalat sering keliuar dari kokon-kokonnya, daya parasitisasi mencapai 90%. Selain lalat musuh alami yang lain adalah kepik buas catechona sp.
  2. Cara mekanis. Cara ini dapat dilakukan sepenjang populasinya belum meningkat, dengan memungut dan mengumpulkan telur-telur, ulat-ulat dan kepompong-kepompongnya, selanjutnya dimasukkan blik berisi minyak tanah atau membinasaknnya sama sekali.
  3. Cara chemis. Yaitu kalau populasinya terus meningkat, dengan menggunakan obat-obatan seperti pada pemberantasan ulat bajra. Tetapi diperhatikan agar residual efeknya rendah.


Sumber :
Soetedjo. M. 1989. Hama Tanaman Keras Dan Alat Pemberantasannya. Bina aksara. Jakarta.
Joko. S. Dan Indriyati wibisono. 2007. Hama Dan Penyakit Tanaman Perkebunan. PT. Citra Aji Parma. Jakarta.
Sudarmo. S. 1991. Tanaman Perkebuan Pengendalian Hama Dan Penyakit. Kanisius. Ygyakarta.
Tjahjadi. N. 1996. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Matnawy. H. 1991. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

URL :
https://agus-wijianto.blogspot.com/2017/11/mengenal-dan-memahami-tentang-macam.html


Comments